Kamis, 16 Oktober 2014

Dampak asap kebakaran hutan

Beberapa bulan terakhir terjadi kebakaran hutan di beberapa wilayah di Sumatra dan Kalimantan. Kebakaran tersebut menjadi masalah tidak hanya di Indonesia tetapi asapnya juga meluas ke negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara. Berbagai sektor bisa dipengaruhi oleh asap kebakaran hutan seperti gangguan aktivitas sehari-hari, hambatan transportasi, kerusakan ekologi, penurunan kunjungan wisatawan, dampak politik, dan yang tidak kalah pentingnya adalah gangguan kesehatan.


Kebakaran hutan biasanya disebabkan oleh petir, erupsi vulkanik, dan percikan api dari reruntuhan batu. Selain itu bisa disebabkan oleh putung rokok yang masih menyala dan percikan api dari peralatan kerja. Di beberapa daerah, orang membakar habis suatu lahan perhutanan agar menjadi subur dengan cara lebih murah. Bila dilihat kekuatan dan luasnya api yang berkobar, kebakaran hutan memang berbeda dengan kebakaran biasa.  Asap yang dihasilkan kebakaran hutan bisa sangat jauh dari asal kebakaran, arah asap sering dapat berganti arah tanpa bisa diprediksi.

Karakteristik asap kebakaran hutan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Cuaca, fase kebakaran, dan struktur tanah dapat mempengaruhi sifat api dan efek asap kebakaran. Cuaca berangin membuat kadar asap lebih rendah karena asap akan bercampur dengan udara. Namun angin yang cukup kuat akan membuat api kebakaran menyebar lebih cepat dan menyebabkan dampak yang lebih besar.

Penduduk yang terpajan asap dari kebakaran hutan sangat berisiko mengalami berbagai gangguan paru dan sistem pernapasan. Sejumlah besar bahan kimia dalam asap kebakaran dapat mengganggu kesehatan berupa partikel dan komponen gas seperti sulfur dioksida (SO2), karbon moniksida (CO), formaldehyde, akrelein, benzene, nitrogen oksida (NOx), dan ozon (O3). Bahan kimia tersebut akan memberikan dampak pada siapapun yang menghirupnya, namun dampaknya akan lebih kuat pada populasi manula, bayi, dan mereka yang memiliki penyakit paru sebelumnya.


Pengaruh asap terhadap kesehatan terjadi melalui berbagai mekanisme yaitu iritasi langsung, kekurangan oksigen yang menimbulkan sesak napas, dan absorbsi toksin. Cedera termal (luka bakar) terjadi pada bagian eksternal tubuh termasuk hidung dan mulut. Luka bakar sebelah distal trakea jarang terjadi karena saluran napas bagian atas akan menyerap panas. Kematian karena menghirup asap tanpa luka bakar jarang terjadi (< 10%), sedang kematian karena menghirup asap dengan luka bakar lebih sering sebanyak 30-50%.

Upaya terbaik mengatasi efek asap kebakaran hutan pada pernapasan tentu mencegah kebakaran hutan, ini perlu menjadi prioritas utama. Perlu dibina kerjasama lintas sektoral kesehatan, lingkungan hidup dan meteorologi untuk memantau polusi akibat kebakaran hutan. Kalau asapnya telah menyebar, perlu dilakukan berbagai tindakan untuk melindungi masyarakat dari pajanan asap. Masyarakat sedapat mungkin melindungi dirinya sendiri dari pajanan asap sedang pemerintah setempat memberikan penyuluhan tentang bahaya dan cara pencegahan kebakaran hutan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar