Beberapa bulan terakhir terjadi
kebakaran hutan di beberapa wilayah di Sumatra dan Kalimantan. Kebakaran
tersebut menjadi masalah tidak hanya di Indonesia tetapi asapnya juga meluas ke
negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara. Berbagai sektor bisa dipengaruhi
oleh asap kebakaran hutan seperti gangguan aktivitas sehari-hari, hambatan
transportasi, kerusakan ekologi, penurunan kunjungan wisatawan, dampak politik,
dan yang tidak kalah pentingnya adalah gangguan kesehatan.
Kebakaran hutan biasanya disebabkan
oleh petir, erupsi vulkanik, dan percikan api dari reruntuhan batu. Selain itu
bisa disebabkan oleh putung rokok yang masih menyala dan percikan api dari
peralatan kerja. Di beberapa daerah, orang membakar habis suatu lahan
perhutanan agar menjadi subur dengan cara lebih murah. Bila dilihat kekuatan dan
luasnya api yang berkobar, kebakaran hutan memang berbeda dengan kebakaran biasa. Asap yang dihasilkan kebakaran hutan bisa
sangat jauh dari asal kebakaran, arah asap sering dapat berganti arah tanpa
bisa diprediksi.
Karakteristik asap kebakaran
hutan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Cuaca, fase kebakaran, dan struktur
tanah dapat mempengaruhi sifat api dan efek asap kebakaran. Cuaca berangin
membuat kadar asap lebih rendah karena asap akan bercampur dengan udara. Namun
angin yang cukup kuat akan membuat api kebakaran menyebar lebih cepat dan
menyebabkan dampak yang lebih besar.
Penduduk yang terpajan asap dari
kebakaran hutan sangat berisiko mengalami berbagai gangguan paru dan sistem
pernapasan. Sejumlah besar bahan kimia dalam asap kebakaran dapat mengganggu kesehatan
berupa partikel dan komponen gas seperti sulfur dioksida (SO2), karbon
moniksida (CO), formaldehyde, akrelein, benzene, nitrogen oksida (NOx), dan
ozon (O3). Bahan kimia tersebut akan memberikan dampak pada siapapun yang
menghirupnya, namun dampaknya akan lebih kuat pada populasi manula, bayi, dan
mereka yang memiliki penyakit paru sebelumnya.
Pengaruh asap terhadap kesehatan
terjadi melalui berbagai mekanisme yaitu iritasi langsung, kekurangan oksigen
yang menimbulkan sesak napas, dan absorbsi toksin. Cedera termal (luka bakar)
terjadi pada bagian eksternal tubuh termasuk hidung dan mulut. Luka bakar
sebelah distal trakea jarang terjadi karena saluran napas bagian atas akan
menyerap panas. Kematian karena menghirup asap tanpa luka bakar jarang terjadi
(< 10%), sedang kematian karena menghirup asap dengan luka bakar lebih
sering sebanyak 30-50%.
Upaya
terbaik mengatasi efek asap kebakaran hutan pada pernapasan tentu mencegah
kebakaran hutan, ini perlu menjadi prioritas utama. Perlu dibina kerjasama
lintas sektoral kesehatan, lingkungan hidup dan meteorologi untuk memantau
polusi akibat kebakaran hutan. Kalau asapnya telah menyebar, perlu dilakukan
berbagai tindakan untuk melindungi masyarakat dari pajanan asap. Masyarakat
sedapat mungkin melindungi dirinya sendiri dari pajanan asap sedang pemerintah
setempat memberikan penyuluhan tentang bahaya dan cara pencegahan kebakaran
hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar